Umur dunia semakin bertambah tua, dan bumi semakin tambah sesak penuh dengan jutaan manusia. Peradaban terus berkembang seiring-sejalan dengan perkembangan manusia. Satu hal yang tetap dan pasti, sesak penuhnya bumi tiada berarti, karena manusia disibukkan dengan permasalahannya sendiri-sendiri.
Semua manusia tentu memiliki problematika kehidupannya masing-masing, tanpa terkecuali. Tidak ada yang tidak menanggung beban ketika hidup di dunia ini. Mulai dari permasalahan kecil hingga permasalahan yang kompleks. Yang menjadi pembeda ialah cara tiap-tiap orang untuk menyelesaikan masalahnya.
Terkadang kita melihat orang lain dengan permasalahan yang ia miliki, namun ia tetap tenang. Stay calm and cool! Selalu saja ia mampu melewati apa-apa yang ada di hadapannya. Namun, tak jarang kita temui orang yang merasa pelik dengan kehidupannya. Semakin tambah hari semakin runyam permasalahan yang ia hadapi. Sambat, mengeluh, merintih, pontang-panting sana-sini untuk mencari solusi. Ketika tak menemukannya, tidak sedikit yang berujung depresi.
Depresi kerap dimaknai sebagai sebuah kondisi mood (suasana hati) dan emosional yang terganggu secara berkepanjangan. Hal ini melibatkan proses berpikir, berperilaku dan berperasaan seseorang. Penyebab yang umum ialah hilangnya harapan atas sesuatu, rasa sedih yang mendalam, dan tekanan batin karena beberapa permasalahan.
Ketika seseorang berada pada titik kebingungan yang puncak, tidak dapat berpikir jernih dan berada pada posisi “nggak tahu harus gimana lagi”, ia benar-benar telah kehilangan jati dirinya. Seakan-akan ia lupa bahwa pernah bahagia dan tertawa. Beban yang ditanggungnya telah overload, kemanapun ia selalu dihantui oleh desakan masalah hidupnya. Ketika ia sudah berada pada puncak putus asa, ia akan mencari tempat pelarian yang menurutnya mampu menjadi solusi dari semua masalahnya. Pada kondisi seperti ini, pelarian dan pelampiasan yang dipilih bukan hanya hal-hal positif, kebanyakan adalah negatif. Konsumsi narkoba, misalnya, dan bunuh diri pada tahap yang lebih ekstrim.
Namun sayang, manusia seringkali lupa bahwa ia memiliki tempat pelarian terbaik dari belenggu problema duniawi. Kemanakah ia harus berlari?
فَفِرُّوا إِلَى اللَّهِ إِنِّي لَكُمْ مِنْهُ نَذِيرٌ مُبِينٌ
“Maka segeralah kembali kepada (mentaati) Allah. Sesungguhnya aku (Rasulullah) seorang pemberi peringatan yang nyata dari Allah untukmu.” QS. Adz-Dzariyat (51) : 50.
Dalam ayat tersebut, Allah Subhanahu wa ta’ala menggunakan redaksi “فَفِرُّوا” yang secara harfiah berarti “berlarilah kalian semua”. Sedangkan jika dilihat dari tatanan bahasa Arab, kata tersebut memiliki padanan arti “menyelamatkan diri” dan “memohon pertolongan”. Maksudnya, apapun permasalahan yang kita hadapi, seberat apapun beban yang kita tanggung, ketika kita tak mampu menyelesaikannya dengan kadar kemampuan kita sebagai manusia, maka “berlarilah”, memohon pertolongan, memohon perlindungan kepada Allah.
Sebagaimana kita ketahui, bahwa berlari selalu dilakukan dengan cepat, jika pelan-pelan maka ia dinamakan berjalan. Jadi, Allah meminta kita untuk cepat-cepat meminta pertolonganNya, bergegas menuju kepadaNya. Tafsir Al Baghawy menyebutkan maksud dari ayat ini ialah bersegera menuju Allah, meminta pertolongan-Nya, dan menyelamatkan diri dari siksa Allah dengan cara mempertebal iman dan ketaatan pada Allah subhanahu wa ta’ala. Dengan demikian, tak ada lagi masalah yang runyam, beban yang berat. Karena pelukan Allah selalu ada untuk pelik permasalahan kita. Dialah Allah, sebaik-baiknya tempat pelarian dari riuh hiruk-pikuk problema dunia.
Semoga bermanfaat teman teman 🙂
Penulis : Lilik
Ma’had Aly UIN Maliki