Di sebuah kampung yang berada di kecamatan Astambul tepat di desa Log Gabang telah lahir seorang anak laki-laki yang diberi nama Muhammad Arsyad bin Abdullah bin Abdurrahman Al-Banjari. Muhammad Arsyad tumbuh dan besar dalam suasana keislaman yang kental dibawah pemerintahan kerajaan Islam Banjar. Sejak umur 7 tahun Muhammad Arsyad sudah fashih dan sempurna dalam membaca Al-Qur’an, kecerdasannya dalam ilmu agama dan bakat melukisnya menarik perhatian Sultan Tahlilullah. Melihat kecerdasannya, Sultan Tahlilullah berniat untuk membawanya ke Istana untuk belajar ilmu agama.
Setelah dewasa kurang lebih berusia 30 tahun Muhammad Arsyad menikah dengan seorang perempuan sholehah yang bernama Bajut. Keluarganya pun hidup bahagia. Ketika Bajut mengandung anak pertama, terlintaslah di hati Muhammad Arsyad untuk pergi ke tanah suci Mekah menuntut ilmu.
“ wahai istri ku, ku mempunyai sebuah keinginan” kata Muhammad Arsyad
“ Apa keinginan mu wahai suami ku?” jawab Bajut kepada Muhammad Arsyad
Dengan berat hati Muhammad Arsyad mengatakan kepad istriny yang sedang mengndung anak pertamanya.
“wahai istriku aku berniat ingin pergi ke Tanh suci Mekkah untuk menuntut ilmu di sana.” Sahut Muhammad Arsyad
Bajut pun merasa sedih dan berat hati di tinggalkan suami dalam keadaan mengandung, namun karna niatnya yang suci dengan hati yang tulus ikhlas Bajut mengizinkan suaminya pergu ke Tanah suci Mekah untuk mewujudkan cita – citanya.
“ iya, sumiku aku mengidzinkan kamu untuk pergi ke Tanah suci Mekah” jawab Bajut kepada suaminya.
Kemudian Muhammad Arsyad pergi menemui Sultan untuk meminta restu. Dengan membawa restu dari istri dan Sultan berangkatlah Muhammad Asyad ke Mekkah untuk menuntut ilmu agama.
Singkat cerita selama menuntut ilmu di Mekkah, Muhmmad Arsyd berguru dengan ulama yang terkenal dan wali pada Zamannya. Di antara guru-gurunya adalah
- Syeikh Athillah bin AAhmad Al-Azhari
- Syeikh Muhammad Sulaiman al- Kardi
- Syeikh Muhammad bin Abd Karim As-Semmani Al- Madani
- Syeikh Ahmad bin Abdullah Mun’im Ad-Damanhuri
Selain itu juga selama belajar di Mekkah Muhammad Arsyad mempunyai tiga sahabt dari tanah air merek adalah Syeikh Abdul Whab Bugis dari Makasr, Syeikh Abdus Samad dari Palembang, dan Abdurrahman Misri dari Betawi.
Konon pada waktu berada di Mekkah, Muhammad Arsyad menemui keanehan pada setiap hari Juma’at di Mesjidil Haram, ada seseorang yang berpakaian lain dari kebiasaan pakaian orang Arab. Orang tersebut berpakaian hitam dan memakai Laung, serta Butah, pakaian khas dari Banjar, setiap habis berdo’a orang itu selalu menghilang. Muhammad Arsyad pun merasa kebingungan karna kejadian ini berulang kali setiap hari Jum’at. Pada Jum’at yang lainnya Muhammad Arsyad kembali melihat orang itu, dan langsung mendatanginya, dan ikut salat di sampingnya dengan harapan dapat berkenalan dengan orang tersebut. Setelah selesai berdo’a Muhammad Arsyad sigap langsung memegang tangan orang tersebut.
“ Mengapa tuan menangkap tangan saya” kata orang tersebut.
“ Maaf saya ingin bertanya siapakah anda? Disini semua orang berpakaian ihram, sedangkan anda tidak berpakaian ihram” Tanya Muhammad Arsyad
setelah berkenalan tersnyata laki laki itu adalah Datu Sanggul.
Setelah lebih 30 tahun Syeikh Muhammad Arsyad belajar di Tanah Mekkah akhirnya beliau menguasai berbagai bidang ilmu agama. Tepat Pada bulan Ramdhamn tahun 1.186 H tibalah Syeikh Muhammad Arsyad ke kampong halaman Martapura dan langsung menju istana keajaan dan disambut dengan meriah. Beberapa hari kemudian Syeikh Muhammad Arsyad Al banjari meminta izin kepada raja untuk mendatangi Datu Sanggul.
Kemudian Syeikh Muhammad Arsyad pergi ke Kampung Muning Tatakan Rantau dengan membawa kain putih sebanyak lima lembar sesuai dengan pesan Datu Sanggul sewaktu di Mekkah. Setibanya di rumah Datu Sanggul, ternyata beliau baru saja berpulang kerahmatullah, Innalillahi Wainna Ilaihi Raji’un. Tenyata kain putih yang dipesankan Datu Sanggul itu untuk kain kafan beliau. Setelah selesai pemakaman atas pesan beliau sebelum wafat kepada istrinya maka diserahkan panggalan kitab yang kemudian hari kitab itu disebut Kitab Baronceng. Lalu Syeikh Muhammad Arsyad pamit pulang ke Martapura.
Sesampainya di Martapura Syeikh Muhammad Arsyad kembali kerutinitas biasanya yaitu mengajarkan ilmu kepada masyarakat. Disamping seorang pengajar Syeikh Muhammad Arsyad Al – Banjari juga aktif dalam menulis beberapa kitab. Salah satunya kitab beliau yang terkenal adalah Sabilal Muhtadin. Kurang lebih selama 41 tahun beliau berdakwah mengajarkan ilmu di Martapura. Tepat pada tanggal 6 Syawwal 1227 H Syeikh Muhammad Arsyad Al – Banjari telah berpulang kerahmatullah di Daesa Dalam Pagar, dan di makamkan di Desa Kelampaian kecamtan Astambul Kalimantan Selatan.
Penulis: Wasilah
Peserta Lomba Yuk Berkisah