DINUN – Membina anak-anak rimba membutuhkan kreatifitas dan loyalitas dari para pengajar. Sistem pembelajaran disini menyesuaikan dengan keseharian mereka, atau lebih tepatnya kurikulum anak rimba. Mereka lebih suka berburu daripada membaca buku. Mereka lebih lebih nyaman berlarian di tengah alas daripada duduk di dalam kelas. Mereka mau berkumpul untuk dibina kalau dapat imbalan yang serupa dengan hasil buruan.
Tapi bagaimanapun juga, mereka adalah anak-anak bangsa yang harus dibina. Mereka harus disadarkan akan pentingnya pendidikan, lebih penting dari sekedar berburu di hutan. Hewan buruan secara perlahan akan berkurang, demikian juga persediaan buah-buahan di dalam hutan mulai menipis. Mereka tidak bisa hanya bergantung pada alam. Mereka harus mengenyam pendidikan yang layak.
Melihat kondisi semacam itu, Hai’ah Ash Shofwah Al Malikiyyah sebagai wadah para masyaikh, habaib, dan kiai yang berkomitmen di dalam pengembangan dakwah dan tarbiyah merasa terpanggil untuk turut andil dalam pembinaan Suku Anak Dalam. Setelah menyepakati nota kesepahaman (MoU) dengan Bupati Sarolangun Jambi, Hai’ah Ash Shofwah Al Malikiyyah kemudian mengirim beberapa santri secara berkala untuk melakukan pembinaan terhadap Suku Anak Dalam.
Ada tiga gelombang pengiriman guru pengajar Suku Anak Dalam yang dilakukan oleh Hai’ah Ash Shofwah Al Malikiyyah. Gelombang Pertama, santri dari PP. Nurul Haromain Pujon Malang asuhan KH. Muhammad Ihya’ Ulumuddin. Gelombang Kedua, santri PP. Assunniyyah Kencong Jember asuhan KH. Achmad Sadid Jauhari. Gelombang Ketiga, santri PP. Darullughah Wadda’wah Raci Bangil Pasuruan asuhan Habib Zain bin Hasan Baharun. Dan seterusnya akan berkordinasi dengan para pengasuh pesantren agar ikut andil dalam pembinaan ini dengan mengirimkan beberapa santri ke kawasan Suku Anak Dalam.
Para guru pengajar ini melakukan pembinaan secara persuasif disesuaikan dengan karakter masyarakat Suku Anak Dalam. Terkadang ikut berburu hewan ke dalam hutan. Atau mengajari anak-anak rimba untuk mandi dan bersuci di sungai. Atau mengajari mereka bercocok tanam agar tidak ada ketergantungan terhadap hasil buruan. Memancing, berburu, bernyanyi, bermain atau mencari buah-buahan di tengah hutan menjadi media pembelajaran yang efektif bagi anak-anak rimba.
Seiring dengan proses pembinaan yang dilakukan oleh para guru pengajar utusan Hai’ah Ash Shofwah Al Malikiyyah ini, banyak juga para dermawan yang peduli terhadap program ini. Mereka mengirimkan bantuan untuk kebutuhan masyarakat SAD maupun para pengajar. Mulai dari buku-buku bacaan, dana pembinaan bagi para Mualaf, atau dana untuk pembelian hewan Qurban saat Idul Adha. Wallahul musta’an.