llmu falak banyak mendapat perhatian dari para peneliti dan sejarawan. Salah satu alasannya karena banyaknya ulama yang berkecimpung di bidang ini sepanjang sejarah, banyaknya karya-karya yang dihasilkan, banyaknya observatorium astronomi yang berdiri sebagai akses dari banyaknya astronom serta karya-karya mereka, banyaknya data observasi (pengamatan alami) yang terdokumentasikan. Sebut saja peradaban India, Persia dan Yunani yang diyakini sebagai peradaban yang memiliki kedudukan istimewa. Dari tiga peradaban inilah secara khusus muncul dan lahirnya peradaban falak Arab (Islam), di samping peradaban lainnya. Peradaban India adalah yang terkuat dalam pengaruhnya terhadap Islam (Arab). Dalam melihat perkembangan ilmu falak secara historis, dapat diperiodesasikan menjadi ilmu falak sebelum Islam, ilmu falak dalam peradaban Islam, ilmu falak dalam peradaban Eropa, dan ilmu falak di Indonesia.
Seperti disebutkan oleh Dr. Arwin Juli Rakhmadi Butar-Butar dalam bukunya yang berjudul “Mengenal Karya-Karya Ilmu Falak Nusantara: Transmisi, Anotasi, Biografi” bahwa terdapat dua buku (turats) yang cukup berpengaruh untuk perkembangan ilmu falak di Indonesia yaitu “Al-Mathla’ as-Sa’īd fī Hisābāt al-Kawākib ‘ala Rashd al-Jadīd” karya Syaikh Husain Zaid, seorang ahli astronomi asal Mesir, serta “Zij as-Sulthāny” atau yang sering disebut “Zij Ulugh Beg” karya Ulugh Beg, seorang Sultan Khorasan yang juga ahli di bidang astronomi dan metematika. Ulugh Beg nama aslinya adalah Muhammad bin Syah Rukh bin al-Amir Taimur.
“Al-Mathla’ as-Sa’īd fī Hisābāt al-Kawākib ‘ala Rashd al-Jadīd” berisi uraian teoretis-matematis-praktis tentang astronomi. Buku ini dalam perkembangannya memiliki pengaruh besar bagi sejarah dan perkembangan ilmu falak di Nusantara. Dalam beberapa waktu, buku ini menjadi rujukan utama tokoh-tokoh (ulama) falak Nusantara dalam mengkaji dan mendalami persoalan ilmu ini, khususnya memasuki periode pertengahan abad ke-20 M yang merupakan fase pembaruan ilmu ini di Nusantara. Karya-karya falak sebagai ditulis oleh ulama falak Nusantara pada periode ini umumnya merupakan adaptasi dan modifikasi dari “al-Mathla’ as-Sa’īd”, disamping buku-buku lainnya.
Sebut saja Syaikh Ahmad Khatib Minangkabau yang pernah mensyarahi buku ini dalam karyanya yang berjudul “al-Qaul al-Mufīd Syarh Mathla’ as-Sa’īd”. Seperti dikemukakan Syaikh Ahmad Khatib sendiri, motivasi penulisan atas syarahnya ini adalah dalam rangka agar pemahaman terhadap buku itu tidak hilang dan tidak dilupakan. Begitu pula Syaikh Jamil Djambek yang pernah mensyarah kitab karya Syaikh Husein Zain tersebut dan diberi judul “Mukhtashar Mathla’ as-Sa’īd”
Adapun “Zij as-Sulthāny”atau “Zij Ulugh Beg” berbentuk tabel-tabel ini memuat data informatif benda-benda langit, dan berisi empat pembahasan utama. Buku ini memuat rincian posisi bintang-bintang dan planet-planet di langit dalam satuan derajat, menit, dan detik. Demikian lagi terdapat data perhitungan gerhana, perhitungan bintang-bintang pengembara (sayyarāt), bintang-bintang tetap (tsawābit), hisab gerak Matahari dan Bulan, data penjelasan lintang dan bujur berbagai daerah, dan lain-lain. Buku ini sendiri disusun berdasarkan observasi yang dilakukan Ulugh Bek beserta tim yang ada di dalamnya. Sama halnya dengan “al-Mathla’ as-Sa’īd” karya ini juga memainkan peranan penting dalam perkembangan ilmu falak di Nusantara.
“al-Mathla’ as-Sa’īd” dan “Zij as-Sulthāny”, dalam konteks Nusantara, dapat dinyatakan merupakan buku induk ilmu falak waktu itu dan yang paling memengaruhi perkembangannya di Nusantara. Dalam perkembangannya tokoh-tokoh (ulama) Nusantara yang memiliki telaah di bidang ilmu falak melakukan adaptasi dan sintesa kreatif atas keduanya sehingga lahirlah karya-karya semisal “al-Jawāhir an-Naqiyyah” oleh Syaikh Ahmad Khatib (w. 1334 H/1915 M), “Natījah al-‘Umr” oleh Syaikh Thahir Jalaluddin (w. 1376 H/1956 M), “Ad-Durūs al-Falakiyyah” oleh Syaikh Muhammad Ma’shum Jombang (w. 1351 H/1933 M), “Natījah Abadiyah” oleh Syaikh Hasan Ma’shum (w. 1355 H/1937 M), “Sullam an-Nayyirain” oleh Syaikh Muhammad Manshur Betawi (w. 1388 H/1968 M), dan lainnya. Kehadiran “Zij as-Sulthāny” dan “Al-Mathla’ as-Sa’īd” ini di Nusantara agaknya serupa dengan kehadiran “Almagest” karya Ptolemeus (dari Yunani) dan “Sindhind” karya Brahmagupta (dari India) yang menjadi titik awal perkembangan astronomi di dunia Islam abad pertengahan.