Islam Bajo: Potret Keislaman dalam Lokalitas

Islam Bajo

DINUN.ID Satu identitas Islam lagi yang muncul di Indonesia dari perspektif kawasannya yaitu Islam Bajo. Identitas Islam ini telah dirumuskan oleh Benny Baskara melalui bukunya yang berjudul Islam Bajo Agama Manusia Laut. Identitas Islam ini membedakan dengan identitas-identitas Islam lainnya yang berhasil penulis temukan dalam kegiatan penelitian ini, karena terdapat karakter tertentu.

Read More

Disebut Islam Bajo karena dinisbatkan pada satu kelompok suku masyarakat di bumi nusantara yang bernama Suku Bajo, yaitu suku bangsa yang hidup di laut. Mereka membangun rumah-rumahnya di atas laut. Mereka dikenal orang-orang darat sebagai orang laut. Karena semenjak dahulu orang-orang Bajo kerap mengembara dengan perahu, populasi mereka pun tersebar di banyak perairan Nusantara.

Sebagaimana penduduk Jawa mempunyai agama Jawa dan penduduk Sunda mempunyai Sunda Wiwitan, orang-orang Bajo juga memiliki agama asli mereka sendiri. Mereka percaya kepada roh-roh nenek moyang penguasa lautan, yang mereka puja sedemikian takzimnya. Karena arus zaman ketika Islam sangat berkuasa di lautan, mereka pada akhirnya mengadopsi Islam. Jadilah agama mereka suatu perpaduan antara keyakinan asli mereka dengan Islam, layaknya Islam Kejawen di tanah Jawa.

Yang menarik dari suku ini adalah kararakteristik yang sangat jelas berupa permukiman yang didirikan di atas air di pesisir pantai atau di gugusan-gugusan karang, dan mata pencaharian mereka sebagai nelayan tradisional. Hampir semua orang Bajo atau orang laut dimana pun mereka berada, adalah Muslim, dan hampir tidak ada yang bukan Muslim, sehingga bisa dikatakan orang Bajo atau orang laut identik dengan Islam atau seorang Muslim. Ekpresi keislaman orang Bajo sangat dipengaruhi lingkungan hidup mereka di laut, yang memberikan kekhasan dan keunikan tersendiri yang berbeda dengan kaum Muslim lainnya yang hidup di darat. Pengalaman mereka mengarungi lautan dalam kegiatan kerja sehari-hari telah mempengaruhi kepercayaan dan keyakinan mereka tentang penguasa laut yang menjadi identitas keyakinannya.

Identitas keagamaan orang Bajo merupakan perpaduan antara keyakinan Islam dengan keyakinan asli mereka, yaitu keyakinan kepada para penguasa laut, atau yang mereka sebut sebagai Mbo Ma Dilao, inkarnasi dari nenek moyang mereka yang menguasai laut. Mereka percaya kepada penguasa laut, yang mereka sebut sebagai Mbo Ma Dilao, yang diyakini sebagai inkarnasi dari arwah nenek moyang mereka yang memiliki kekuatan luar biasa sehingga mampu menguasai dan menjaga lautan. Namun demikian, di samping memiliki keyakinan asli mereka sendiri, orang Bajo juga mengaku mereka Muslim. Kepercayaan mereka kepada Mbo Ma Dilao sebagai penguasa laut berlanjut pada permohonan keselamatan kepadanya dan berusaha menghindari pantangan-pantangan yang diyakininya. Kepercayaan ini hampir sama dengan kepercayaan penganut Wetu Telu di Sasak yang mempercayai ketuhanan animistik leluhur (ancestral animistic deities).

Orang Bajo mengikuti ritual pernikahan dan sunatan secara Islam, tapi pada waktu yang bersamaan menggunakan tradisi asli ketika melakukan ritual kelahiran dan kematian. Masyarakat Bajo percaya bahwa ari-ari tersebut akan berubah menjadi Kuta (gurita) bagi laki-laki dan Tuli (buaya) bagi perempuan. Kepercayaan tentang ari-ari bayi tersebut akan berpengaruh terhadap ritual pengobatan kalau si bayi atau saat dewasa mengalami sakit.

Begitu juga tentang kematian. Bagi orang Bajo, mayat harus dimandikan dua kali. Mandi tobat (mandi salah) dan mandi jenazah. Mandi tobat adalah mandi yang ditujukan untuk permaintaan maaf dan pengakuan salah yang telah dilakukan oleh mayat saat hidup, kemudian mandi jenazah seperti dalam ritual mandi dalam kepercayaan Islam.

Buku ini sangat menarik lantaran Penulis menginformasikan sesuatu yang jarang diketahui oleh orang di luar suku mereka. Misalnya, orang Bajo sebenarnya tidak suka disebut “Bajo” sebab sebutan itu dulu digunakan oleh orang luar Bajo untuk mengejek. Mereka lebih senang di sebut “Orang Sama” sedangkan mereka menyebut orang darat (luar Bajo) sebagai “Orang Bagai”.

Hal lain yang tidak banyak diketahui banyak orang adalah tentang awal keislaman mereka. Masyarakat Bajo menerima Islam dari Malikusaleh. Sultan Aceh Abad ke-13 itu menolong moyang orang-orang Bajo saat terusir dari negerinya (Johor & Malaka). Mereka juga sangat berjasa pada pernyiaran Islam di Sulawesi (Bone, Gowa Buton dll). Orang-orang Bajo dipercaya oleh Malukusaleh untuk menjadi prajurit armada laut, mengantar pada penyiar Agama Islam ke pulau-pulau belahan timur dan menjadi awak perahu dan nahkoda para pedagang Islam. Pertemuan mereka dengan Sultan Malukusaleh, penyiar Islam dan pedagang Islam itu yang menjadikan orang Bajo menerima Islam sebagai kepercayaan bersanding dengan kepercayaan asli mereka.

Demikianlah gambaran Islam yang dipahami, diyakini dan diamalkan masyarakat Bajo. Sebuah model berislam yang sangat dipengaruhi oleh keyakinan-keyakinan lokalitas Bajo yang telah mengakar lama bagi mereka. Oleh sebab itu, tidak berlebihan jika keberagamaan Islam masyarakat Bajo seperti juga pengikut Wetu Telu di Sasak tersebut dituduh oleh Muslim lainnya sebagai beraroma panteis (syirik).

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *